Oleh: Dr Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
PKS-Nasdem sepakat mengusung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta. Paket AMAN alias Anies-Sohibul Iman kabarnya sejak lama telah disetujui Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem. Hal itu baru terkonfirmasi setelah pada hari Senin 22 Juli 2024, Partai Nasdem membuat deklarasi untuk mengusung Anies sebagi Cagub Jakarta.
Kemungkinan, PKB dan PDIP akan menyusul berikutnya. Proses nego dulu, tentu saja. Ini bagian dari dinamika politik.
Tak ada alasan rasional bagi PKB untuk tidak ikut mengusung Anies. Begitu juga dengan PDIP. Mau kemana PDIP? PDIP, khususnya di Jakarta, akan lebih terpuruk lagi jika tidak ikut mengusung Anies. Dua kali pemilu, 2019 dan 2024, PDIP kehilangan 10 kursi di Jakarta. Ini hasil nyata PDIP beroposisi terhadap Anies Baswedan.
Bagaimana dengan Prabowo? Prabowo perlu belajar dari penguasa sebelumnya, yaitu Jokowi. Hampir semua pendukung Jokowi kompak, bahkan secara massif, terstruktur dan sistematis menghajar dan menjegal Anies sejak 2017. Dengan menghajar Anies, justru membuat nama Anies malah semakin melambung. Dari sinilah Anies kemudian mendapatkan peluang untuk ikut dalam kontestasi Pilpres bulan Februari 2024 kemarin.
Jika Prabowo cawe-cawe di pilgub Jakarta, menjegal dan melawan Anies, maka ini akan menjadi trigger berulangnya pilpres 2024. Di pilpres 2029, Anies akan mendapatkan panggungnya kembali. Anies akan terus membayangi kekuasaan Prabowo. Nama Anies akan terus melambung untuk menjadi rival Prabowo di 2029.
Ungkapan Ahmad Muzani, Sekjen Gerindra dan Sufmi Dasco, Ketua Harian Partai Gerindra yang akan membawa Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk melawan Anies di Pilgub Jakarta, di satu sisi memang diarahkan untuk menciptkan soliditas partai koalisi. Namun di sisi lain, jika perlawanan ini terus digaungkan, maka publik akan membaca ini sebagai bagian dari upaya penjegalan yang dilakukan kubu Prabowo. Jika pemahaman publik ini muncul, justru akan mendorong soliditas para pendukung Anies untuk melakukan perlawanan yang lebih militan. Rivalitas Anies vs Jokowi bisa jadi akan terulang. Hanya aktor bernama Jokowi digantikan dengan aktor bernama Prabowo.
Juru bicara Prabowo yang dengan keras menyerang Anies dan menganggap Anies cari pekerjaan dengan nyagub di Jakarta akan semakin memanaskan hubungan Anies-Prabowo. Jika kubu Prabowo terus menyerang Anies, juga menyerang mereka yang dianggap berpotensi menjadi lawan politik, maka Prabowo di awal pemerintahannya akan kehilangan simpati rakyat. Strategi memukul ala Jokowi jika terus diulangi oleh Prabowo, ini bisa mengganggu stabilitas kekuasaan Prabowo kedepan. Jika ini terjadi, maka Prabowo tak akan lepas dari bayang-bayang Jokowi. Prabowo akan terus bergantung kepada Jokowi dalam menghadapi lawan-lawan politiknya. Yaitu eks 01 dan 03. Rivalitas di pilpres akan berlanjut dan mengambil waktu yang panjang.
Prabowo Orde Baru akan menjadi isu lain lagi jika kubu Prabowo terlalu PeDe untuk menggunakan strategi memukul dan menghabisi lawan-lawan politiknya.
Jika Prabowo menginginkan Anies bukan menjadi rivalnya di pilpres 2029, maka strategi yang tepat adalah merangkulnya. Bila perlu, Gerindra dukung Anies. Selama lima tahun kedepan, Prabowo sebagai presiden terus melakukan kolaborasi dengan Anies di Jakarta. Kalau strategi ini dilakukan Prabowo, tidak akan muncul perlawanan dari Anies. Bahkan tidak mustahil para pendukung Anies akan ikut mendorong agar Anies mendukung Prabowo di Pilpres 2029. Entah itu jadi cawapres Prabowo, atau timses di 2029.
Anies Baswedan akan kehilangan daya perlawanannya jika Prabowo menjadikannya sebagai partner, bahkan kader. Bukan sebagai kompetitor, apalagi rival.
Para pendukung Anies akan berbalik meninggalkan Anies jika Anies memaksakan diri untuk melawan Prabowo di Pilpres 2029, setelah Prabowo merangkulnya.
Jakarta, 26 Juli 2024
Leave a Reply