Oleh: Dr Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Ridwan Kamil dan Partai Golkar mengambil sikap realistis. Partai Golkar lebih memilih untuk mengusung Ridwan Kamil maju pada Pilkada Jawa Barat daripada bersaing di Pilgub Jakarta. Alasannya, Anies Baswedan terlalu kuat di Jakarta. Incumbent, mempunyai pendukung fanatik dan solid yang terkonsolidasi sejak Pilgub DKI Tahun 2017 lalu. Sementara di Jawa Barat, Ridwan Kamil adalah incumbent sehingga peluang untuk menang dalam Pilkada Jawa Barat lebih mudah daripada harus tertatih-tatih dan berdarah-darah bersaing dengan Anies di Jakarta.
Bujuk rayu Jokowi, Partai Gerindra dan PAN kepada Ridwan Kamil untuk melawan Anies di Jakarta ternyata kandas. Sementara Dedi Mulyadi dan Bima Arya yang sedianya disiapkan Gerindra dan PAN untuk maju di Jawa Barat pun mengalami situasi yang sulit setelah Ridwan Kamil memutuskan untuk balik lagi ke Jawa Barat.
Anies terlalu tangguh untuk dilawan. Kelas Anies adalah capres. Kesalahan strategi di pilpres bulan Februari lalu membuat Anies kalah. Peluang menang sesungguhnya sangat besar. Karena sosok Anies cukup sempurna untuk dijual. Sayangnya, timses Anies tidak diisi oleh orang-orang yang bermental pemenang. Anies dan para pendukungnya mesti belajar dari kesalahannya di Pilpres 2024 lalu jika ingin tetap punya harapan kedepan pada Pilpres 2029.
Kalah di pilpres, Anies maju lagi di pilgub Jakarta. Anies memang turun kelas tapi juga belum menemukan lawan seimbang. Ridwan Kamil yang digadang-gadang untuk melawan Anies, pada akhirnya balik kanan. Popularitas, akseptabilitas dan elektabilitas Anies di Jakarta terlalu kokoh untuk ditandingi.
Tidak hanya Ridwan Kamil yang balik kanan, tapi juga Kaesang. Putra bungsu Jokowi ini-pun tidak jadi maju ke Jakarta. Jangan melihat Kaesang dan PSI-nya. Terlalu kecil untuk berkhayal mampu melawan Anies. Tapi, lihatlah sosok di balik Kaesang dan PSI. Dia adalah Jokowi. Presiden terkuat pasca reformasi.
Pada Pilpres bulan Februari 2024 lalu, Jokowi dengan sangat mudah bisa mengalahkan Ganjar Pranowo yang diback up oleh Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri. Parpol pemenang tiga periode pada Pemilu Legislatif. Jokowi juga dengan mudah mengalahkan Anies yang pada Pilpres 2024 diback up tokoh kuat seperti Jusuf Kalla mantan Wapres era SBY dan masa Jokowi dan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh. Tapi lain lagi dengan Jakarta, cakupan pertarungannya lebih kecil. Tahun 2017, Anies pernah mengalahkan Ahok yang didukung penuh oleh Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati.
Beda pilpres dengan pilgub. Pilpres wilayahnya sangat luas, bahkan sampai daerah terpencil. Ini menyulitkan bagi capres di luar penguasa untuk memantau kecurangan. Tapi, Pilgub beda. Pilgub mudah dipantau dan dikontrol. Anies dengan kesolidan timses dari PKS dan partai pengusung lainnya, serta para pendukung militannya akan dengan mudah menjangkau semua wilayah, hingga ke setiap TPS. Tidak ada tempat yang lepas dari pantauan timses Anies. Di sini, kecurangan dan keculasan yang biasa dilakukan oleh penguasa akan menemukan kesulitan. Inilah diantara pertimbangan yang mungkin membuat Ridwan Kamil dan Kaesang berhitung kalau harus melawan Anies Baswedan di Jakarta.
Hingga saat ini, Anies belum menemukan lawan tanding setara di Pilgub Jakarta. Kecuali jika Jokowi turun kelas, mau nyagub di Jakarta untuk melawan Anies. Ini baru seimbang. Dan pastinya sangat seru. Masalahnya, apakah aturan membolehkan seorang presiden dua periode nyagub?
Jakarta, 23 Juli 2024
Leave a Reply