Oleh: Dr Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Kabarnya Anies Baswedan “kulonuwun” ke Prabowo untuk maju pilgub Jakarta. “Kulonuwun” itu bahasa Jawa. Artinya permisi.
Ini tak lebih dari “sopan santun” Anies sebagai orang yang pernah dibesarkan dengan adat Jawa. “Permisi Pak Presiden 2024-2029, saya mau maju lagi ke pilgub Jakarta”. Kira-kira itu pesan yang ingin disampaikan Anies kepada presiden baru ke-8 ini.
Majunya Anies Baswesan di pilgub 2017 lalu tidak lepas dari tangan dingin Prabowo sebagai “King Maker” sekaligus “urun biaya” pencalonan Anies. Suksesnya Anies di DKI tak lepas dari peran besar Prabowo sebagai ketua umum Gerindra.
Saat ini, Anies Baswedan akan maju lagi di pilgub Jakarta. Maju untuk yang kedua kalinya. PKB telah secara resmi mendeklarasikan Anies. PKS dan PDIP Wilayah Jakarta telah merekomendasikan nama Anies Baswedan ke DPP kedua partai tersebut. Nesdem? Dari awal menyampaikan akan dukung Anies di pilgub Jakarta.
Banjirnya dukungan partai kepada Anies ini lantaran elektabilitas Anies yang begitu tinggi, terpaut jauh dari tokoh-tokoh lainnya. Setiap partai punya dua kebutuhan. Pertama, kebutuhan untuk menang. Kedua, dapat terakomodir kepentingannya. Kepentingan itu macam-macam. Pra pilgub, saat pilgub, maupun pasca pilgub. Dua kepentingan partai ini peluang besarnya ada di Anies.
Kali ini, suasana pilgub Jakarta tidak seperti tahun 2017. Jelang pilgub DKI tahun 2017 lalu, suasana konflik begitu terasa, beda dengan pilgub kali ini. Jauh dari isu agama, dan tidak ada hubungannya dengan pilpres kedepan.
Publik memprediksi pemerintahan Prabowo kedepan akan kuat karena pertama, adanya dukungan militer yang solid. Kedua, seperti umumnya militer, lebih mengedepankan stabilitas. Maka Prabowo akan merangkul semua kekuatan sipil. Dari sini, dukungan rakyat akan semakin besar kepada Prabowo. Khususnya di periode pertama pemerintahannya. Inilah barangkali yang membedakan Prabowo dari Jokowi.
Demi kepentingan stabilitas politik, Prabowo akan menghindari segala kebijakan yang potensial menciptakan kegaduhan dan konflik.
Di pilgub Jakarta, juga di pilkada-pilkada lainnya, Prabowo kemungkinan tidak akan ikut cawe-cawe. Prabowo hanya akan mengambil peran sebagai ketua umum partai yang memberi dukungan formal dan logistik kepada calon yang diusung Gerindra. Prabowo tidak akan menggunakan instrumen negara untuk ikut campur dalam memenangkan calonnya.
Di awal pemerintahannya ini, apalagi pilkada dilaksanakan sebulan setelah pelantikan presiden-wakil presiden, Prabowo tidak ingin membuat kesan otoriter di mata rakyatnya. Prabowo tidak ingin dianggap sebagai pemimpin yang sewenang-wenang dengan mengerahkan alat negara untuk memenangkan calonnya di pilkada. Ini justru blunder. Akan jadi bumerang di awal pemerintahannya.
Cukup ! Kegaduhan dan konflik dukung mendukung harus diakhiri. Rakyat tidak boleh diadu domba lagi hanya untuk pilkada. Saatnya bersatu dengan menciptakan suasana pemilu yang tenang. Ini bisa diwujudkan jika “negara tidak ikut cawe-cawe”. Cawe-cawe negara itu bentuk ketidak-adilan yang brutal dan menjadi aumber serta memicu kemarahan di masyarakat. Saatnya di-STOP.
Ketika keponakan Prabowo Budi Djiwandono dimunculkan namanya bersama Kaesang sebagai kandidat cagub-cawagub Jakarta, presiden ke-8 ini buru-buru mengklarifikasinya. Prabowo sampaikan ke media bahwa Budi Djiwandono tidak akan ikut nyagub. Respon Prabowo super cepat dan tegas. Ini bukti bahwa Prabowo tidak ingin dijebak dalam ruang konflik politik di awal pemerintahannya. Prabowo ridak ingin dituduh melakukan nepotisme dan ikuti jalan Jokowi membangun politik dinasti.
Prabowo sadar bahwa di awal pemerintahannya tidak boleh ada masalah yang berpotensi menciptakan instabilitas politik. Ini dapat mengganggu pemerintahannya. Inilah poin utama yang nampaknya jadi prinsip bagi Prabowo.
Teringat apa yang pernah Prabowo sampaikan: “Jika tidak mau gabung, jangan mengganggu”. Ini adalah bagian dari kampanye tegas Prabowo soal stabilitas politik.
Era Prabowo, terutama di awal pemerintahannya, diprediksi tidak akan ada cawe-cawe kekuasaan. Barangkali ini salah satu bentuk transformasi paling awal dari kekuasaan Jokowi ke kekuasaan Prabowo. “Transformasi dihilangkannya cawe-cawe pilkada”. Ini sekaligus sebagai bentuk penegasan Prabowo bahwa “dia bukan Jokowi”. Anda yang selama ini jadi oposisi dan bahkan tidak suka dengan pemerintahan Jokowi, tidak berarti anda harus oposisi dan tidak suka dengan pemerintahan saya”. Pesan ini lambat laun akan terbuka dan dipahami publik secara natural. Sebab, tidak ada presiden yang ingin menanggung dosa presiden sebelumnya.
Karena berbagai alasan itu, Prabowo kemungkinan tidak akan ikut cawe-cawe dalam pilkada. Prabowo sadar, itu kontra-produktif. Bisa merepotkan penerintahannya kedepan.
Maka, semua calon kepala daerah, termasuk Anies Baswedan, tidak perlu takut. Prabowo tidak akan menjegal dan mengganggu setiap upaya calon memenangkan kompetisi di pemilu Nopember nanti.
Jakarta, 13 Juni 2024
Leave a Reply