Oleh: Dr Tony Rosyid (Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)
Anies tak terbendung. Itu fakta elektabilitas dari semua survei. Setelah dikalkulasi, memang tidak mudah untuk mengalahkan Anies Baswedan. Anies terlalu kuat untuk dilawan di Pilgub Jakarta.
PKS-Nasdem sudah resmi akan mengusung Anies Baswedan. PKB akan menyusul segera, kata Jazilul Fawaid, waketum PKB. Hanya tunggu surat yang perlu ditandatangani.
Nasdem dan PKB nampak tidak keberatan Anies dipasangkan dengan Sohibul Iman. Disingkat AMAN. Anies Baswedan-Sohibul Iman hanya menunggu deklarasi bersama dari tiga partai. Paling lama di awal atau pertengahan bulan Agustus 2024.
Eks Koalisi Perubahan sepertinya sudah sepakat dan kompak mengusung Anies Baswedan – Sohibul Iman. Bagaimana dengan partai-partai lainnya?
Usung Anies peluang menangnya lebih besar daripada mengusung tokoh yang lain. Maka, di luar partai eks Koalisi Perubahan, terus ada penjajagan ke Anies. PDIP misalnya, posisi saat ini tidak memiliki kader yang potensial untuk mengalahkan Anies. Dengan kursi yang hanya 15 di DPRD Jakarta, tidak mudah bagi PDIP untuk mengajak partai lain ikut mengusung kadernya.
Sementara PAN,, mulai membangun komunikasi dan mempertimbangkan untuk mengusung Anies. Manuver PAN menjadi sinyal bahwa KIM (Koalisi Indonesia Maju) mulai cair. Artinya, KIM sadar bahwa Anies terlalu kuat untuk dilawan. Strategi yang paling realistis adalah ikut bergabung dan mendukung Anies Baswedan.
Tidak menutup kemungkinan Anies akan didukung oleh koalisi besar. Anies tidak hanya didukung oleh eks Koalisi Perubahan yaitu PKS, Nasdem dan PKB. Tapi boleh jadi partai-partai di luar eks Koalisi Perubahan akan ikut mendukung Anies. Termasuk PDIP dan PAN.
Setelah Ridwan Kamil balik kanan ke Jawa Barat dan Kaesang melirik Jawa Tengah, sehingga nyaris Anies sekarang tidak mempunyai lawan tanding yang seimbang.
Bagaimana dengan Ahok atau Basuki Tjahaya Purnama? Banyak kendala bagi Ahok jika ingin maju kembali di Pilgub Jakarta. Ahok kini sudah menjadi kader PDIP. Dan PDIP hanya mempunyai 15 kursi. Tidak cukup bagi PDIP untuk mengusung Ahok meskipun hasil survei Ahok berada di urutan kedua setelah Anies Baswedan. Sementara partai-partai di luar PDIP kurang minat untuk mendukung Ahok. Pertama, trauma Pilgub 2017. Ini dapat memicu kembali kegaduhan dan konflik. Ahok terlanjur mendapatkan stempel sebagai “penista agama”. Ini akan amat sangat mempengaruhi psikologi politik bagi umat Islam sebagai pemilih mayoritas di Jakarta. Lagi-lagi, politik itu persepsi. Ini yang Anda harus paham.
Terutama bagi Prabowo sebagai penguasa baru, tentu tidak menginginkan kegaduhan dan konflik kembali terjadi. Sebab, bisa mengganggu stabilitas negara.
Kedua, elektabilitas Ahok jauh di bawah Anies. Secara kalkulatif, Ahok sulit untuk mengalahkan Anies.
Ketiga, PDIP sebagai induk semang Ahok adalah partai yang kontra-penguasa. Di Pilgub 2017, Ahok yang diback-up full oleh Presiden Jokowi, juga oleh PDIP sebagai partai pemenang di DKI saat itu, Ahok kalah. Apalagi saat ini, PDIP bukan pemenang dan bukan menjadi bagian dari penguasa (Jokowi).
Redupnya nama Ridwan Kamil, Kaesang dan Ahok di Jakarta, nyaris membuat Anies tanpa lawan. Maka, pilihan politik yang paling realistik bagi PDIP dan juga KIM, terutama bagi Prabowo sebagai presiden baru adalah mendukung Anies Baswedan. Untuk saat ini, tidak ada yang lebih realistik dari dukungan PDIP dan KIM kepada Anies Baswedan.
Jakarta, 29 Juli 2024
Leave a Reply